Sabtu, 22 Maret 2014

makalah ilmu pendidikan islam tentang peserta didik dalam pendidikan islam



MAKALAH KELOMPOK
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Dosen Pengampu:
Sri Andri Astuti, M.Ag


DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK 5/PAI/III/F
1.      Ahmad Nur Fauzan     1282061
2.      Bagus Prayogo                         1282421
3.      Dewi Yulita Sari           1282671
4.      Oktavia Tri Ulandari   1284261
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
TAHUN 2013/2014

















KATA PENGANTAR


       Puji Syukur Kepada ALLAH SWT. Atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah ini yang membahas tentang: PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM.
       Dengan tersusunnya makalah ini Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Sri Andri Astuti, M.Ag Selaku dosen mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam yang telah membimbing Kami dengan baik. Sebagai Mahasiswa menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu Kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun guna perbaikan kemudian hari.
       Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

                                                                                                Metro, … Oktober 2013


                                                                                             Penyusun
















DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
A.    Latar Belakang........................................................................................................... 1
B.     Tujuan......................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................... 2
A.    Pengertian Peserta Didik........................................................................................... 2
B.     Kebutuhan peserta didik............................................................................................ 3
C.     Dimensi-dimensi peserta didik.................................................................................. 4
D.    Intelegensi peserta didik............................................................................................ 10
E.     Etika peserta didik..................................................................................................... 11

BAB III PENUTUP
KESIMPULAN..................................................................................................................... 14



PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Pendidik dan peserta didik merupakan komponen penting dalam sistem pendidikan Islam. Kedua komponen ini saling berinteraksi dalam proses pembelajaran untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan.

Demikian pula peserta didik, ia tidak hanya sekedar objek pendidikan, tetapi pada saat-saat tertentu ia akan menjadi subjek pendidikan. Hal ini membuktikan bahwa posisi peserta didik pun tidak hanya sekedar pasif laksana cangkir kosong yang siap menerima air kapan dan dimanapun. Akan tetapi peserta didik harus aktif, kreatif dan dinamis dalam berinteraksi dengan gurunya,
sekaligus dalam upaya pengembangan keilmuannya.

Konsep pendidik dan peserta didik dalam perspektif pendidikan Islam memiliki karakteristik tersendiri yang sesuai dengan karakteristik pendidikan Islam itu sendiri. Karakteristik ini akan membedakan konsep pendidik dan peserta didik dalam pandangan pendidikan lainnya. Hal itu juga dapat ditelusuri melalui tugas dan persyaratan ideal yang harus dimiliki oleh seorang pendidik dan peserta didik yang dikehendaki oleh Islam. Tentu semua itu tidak terlepas dari landasan ajaran Islam itu sendiri, yaitu al-Qur’an dan Sunnah yang menginginkan perkembangan pendidik dan peserta didik tidak bertentangan dengan ajaran kedua landasan tersebut sesuai dengan pemahaman manusia.

Jika karakteristik yang diinginkan oleh pendidikan Islam tersebut dapat dipenuhi, maka pendidikan yang berkualitas niscaya akan dapat diraih. Untuk itu, kajian dan analisis filosofis sangat dibutuhkan dalam merumuskan konsep pendidik dan peserta didik dalam perspektif pendidikan Islam sehingga diperoleh pemahaman yang utuh tentang kedua komponen tersebut.

Makalah yang sederhana ini akan menguraikan tentang analisis filosofis tentang pendidik dan peserta didik dalam perspektif filsafat pendidikan Islam. Diharapkan makalah ini menjadi bahan diskusi lebih lanjut agar dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang kedua komponen itu sehingga berguna dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan secara efektif dan efisien.
B.     Tujuan
Para pendengar dan pembaca dapat mengerti tentang peserta didik,baik dari demensinya,etika,dan semua hal yang berhubungan dengan peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Peserta Didik
Peserta didik adalah suatu komponen dalam sistem pendidikan Islam.[1]Peserta didik juga diartikan sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu (Undang-undang Sisidiknas, pasal 1 ayat 4).[2]
Peserta didik secara formal adalah orang yang sedang berada dalam fase pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun psikis, pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri dari seseorang peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik.[3]
Peserta didik sebagai individu/pribadi (manusia seutuhnya) diartikan “orang seorang tidak bergantung dari orang lain, dalam arti benar-benar seorang pribadi yang menentukan diri sendiri dan tidak dari luar, mempunyai sifat-sifat dan keinginan sendiri”.
Dalam pendidikan Islam, yang menjadi peserta didik bukan hanya anak-anak, melainkan juga orang dewasa yang masih berkembang, baik fisik maupun psikis, Bahkan pendidik pun dapat disebut peserta didik karena tidak ada manusia yang ilmunya mengungguli ilmu-ilmu Allah.
Di dalam proses pendidikan peserta didik di samping sebagai objek juga sebagai subjek. Oleh karena itu agar seorang pendidik berhasil dalam proses pendidikan, maka ia harus memahami peserta didik dengan segala karaskteristiknya. Diantara aspek yang harus dipahami oleh pendidik yaitu: (1) kebutuhannya, (2) dimensi-dimensinya, (3) intelegensinya, (4) dan Etikanya.

B.       Kebutuhan Peserta Didik
Suatu hal yang juga sangat perlu diperhatikan oleh seorang pendidik dalam mengajar, membimbing, dan melatih muridnya adalah “kebutuhan murid”.
Al-Qussy membagi kebutuhan manusia (peserta didik) dalam dua kebutuhan pokok, yaitu:
1.      Kebutuhan primer, yaitu kebutuhan jasmani seperti makan, minum, seks, dan sebagainya.
2.      Kebutuhan skunder, yaitu kebutuhan ruhaniah.
Banyak kebutuhan peserta didik yang harus dipenuhi oleh pendidik diantaranya:
a.      Kebutuhan Fisik
Fisik peserta didik mengalami pertumbuhan yang sangat cepat terutama pada masa pubertas. Kebutuhan biologis, yaitu makan, minum, dan istirahat, dimana hal ini menuntut peserta didik untuk memenuhinya.
Di samping pendidik memperhatikan pertumbuhan fisik, pendidik juga harus dapat memberikan informasi yang memadai tentang pertumbuhan melalui berbagai kegiatan bimbingan seperti bimbingan pribadi atau dalam bimbingan kelompok.
b.      Kebutuhan Sosial
Kebutuhan sosial yaitu kebutuhan yang berhubungan langsung dengan masyarakat agar peserta didik dapat berinteraksi dengan masyarakat lingkungannya, seperti diterima oleh teman-temannya secara wajar. Begitu juga supaya dapat diterima oleh orang yang lebih tinggi dari dirinya seperti orang tua, guru-guru dan pemimpin-pemimpinnya.
Kebutuhan ini perlu dipenuhi agar peserta didik dapat memperoleh posisi dan berprestasi dalam masyarakat.
c.       Kebutuhan untuk mendapatkan status
            Peserta didik terutama usia remaja membutuhkan suatu yang menjadikan dirinya berguna bagi masyarakat.
d.      Kebutuhan Mandiri
Peserta didik  pada usia remaja ingin lepas dari batasan-batasan atau aturan orang tuanya dan mencoba untuk mengarahkan dan mendisiplinkan dirinya sendiri.
e.       Kebutuhan untuk berprestasi
Kebutuhan untuk berprestasi erat kaitannya dengan kebutuhan mendapat status dan mandiri. Artinya dengan terpenuhinya kebutuhan untuk memiliki status atau penghargaan dan kebutuhan untuk hidup mandiri dapat membuat peserta didik giat untuk mengejar prestasi.
f.        Kebutuhan ingin disayangi dan dicintai
Rasa ingin disayangi dan dicintai merupakan kebutuhan yang esensial, karena dengan terpenuhi kebutuhan ini akan mempengaruhi sifat mental peserta didik.
g.      Kebutuhan untuk curhat
Kebutuhan untuk curhat terutama remaja dimaksudkan suatu kebutuhan untuk dipahami ide-ide dan permasalahan yang dihadapinya.
h.      Kebutuhan untuk memiliki filsafat hidup (agama)
Peserta didik pada usia remaja mulai tertarik untuk mengetahui tentang kebenaran dan nilai-nila ideal. Mereka mempunyai keinginan untuk mengenal apa tujuan hidup dan bagaimana kebahagiaan itu diperoleh. Kebenaran dan nilai-nilai ideal yang murni hanya ditemukan di dalam Agama. Oleh karena itu peserta didik sangat membutuhkan agama.
C.      Dimensi-dimensi Peserta Didik
Manusia merupakan makhluk multidimensional yang berada dengan makhluk-makhluk lainnya, teori ini dikemukakan oleh Widodo Supriyono. Secara garis besar ia membagi manusia pada dua dimensi yaitu dimensi fisik dan rohani.
Zakiah Darajat membagi manusia kepada tujuh dimensi pokok, Ketujuh dimensi tersebut adalah: dimensi fisik, akal, agama, akhlak, kejiwaan, rasa keindahan dan sosial kemasyarakatan. Semua dimensi tersebut harus ditumbuh kembangkan melalui pendidikan Islam, diantaranya:
1.      Dimensi Fisik (Jasmani)
Fisik atau jasmani terdiri atas organisme fisik. Pada dimensi ini, proses penciptaan manusia memiliki kesamaan dengan hewan ataupun tumbuhan, sebab semua termasuk bagian dari alam. Setiap alam biotik, memiliki unsur material yang sama, yakni terbuat dari unsur tanah, api udara dan air. Namun manusia merupakan makhluk biotik yang unsur-unsur pembentukan materialnya bersifat profesional antara keempat unsur tersebut sehingga manusia disebut makhluk sempurna terbaik penciptaannya.
Firman Allah: 
ôs)s9$uZø)n=y{z`»|¡SM}$#þÎûÇ`|¡ômr&5OƒÈqø)s?ÇÍÈ
Artinya: “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”(QS. al­-Tiin: 4).
Keempat unsur-unsur di atas merupakan materi yang abiotik (tidak hidup). Ia akan hidup jika diberi energi kehidupan yang bersifat fisik (thaqat al-Jismiyah). Energi kehidupan ini lazimnya disebut nyawa. Karena nyawa manusia hidup. Ibnu Maskawaih menyebut energi tersebut dengan al-hayat (daya hidup).
Aspek jasmani manusia memiliki dua natur yaitu natur kongkrit berupa tubuh kasar yang tampak dan natur abstrak berupa nyawa yang menjadi sumber kehidupan tubuh. Aspek abstrak jasmani inilah yang mampu berinteraksi dengan aspek rohani manusia.
Dalam pelaksanaan pendidikan jasmani di dalam Al-Qur’an dan hadits ditemukan prinsip-prinsip tentang pendidikan jasmani diantaranya: 
Firman Allah:
#qè=à2ur(#qç/uŽõ°$#urŸwur(#þqèùÎŽô£è@4¼çm¯RÎ)Ÿw=ÏtätûüÏùÎŽô£ßJø9$#ÇÌÊÈ
“Makan dan minumlah dan jangan kamu berlebih-lebihan sesungguhnya Allah tidak suka orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS. al-A’raf: 31).
Juga firman Allah:
*ßNºt$Î!ºuqø9$#urz`÷èÅÊöãƒ£`èdy»s9÷rr&Èû÷,s!öqymÈû÷ün=ÏB%x.(
“Ibu-ibu haruslah menyusukan anak-anaknya dua tahun penuh” (QS. al-Baqarah: 233).
Mendidik jasmani dalam Islam, memiliki dua tujuan sekaligus yaitu: Pertama, membina tubuh sehingga mencapai pertumbuhan secara sempurna. Kedua, mengembangkan energi potensial yang dimiliki manusia yang berlandaskan fisik sesuai dengan perkembangkan fisik manusia.
2.      Dimensi Akal
Al-Ishfahami, membagi akal manusia kepada macam yaitu:
a.       Aql al-Mathhu’, yaitu akal yang merupakan pancaran dari Allah sebagai fitrah illahi. Akal ini menduduki posisi yang sangat tinggi, namun demikian, akal ini tidak akan bisa berkembang denmgan baik secara optimal, bila tidak dibarengi dengan kekuatan akal lainnya, yaitu aql al-masmu’.
b.      Aql al-masmu’, yaitu akal yang merupakan kemampuan menerima yang dapat dikembangkan oleh manusia. Akal ini bersifat aktif dan berkembang sebatas kemampuan yang dimilikinya lewat bantuan proses perinderaan, secara bebas. Untuk mengarahkan agar akal itu tetap berada dijalan Tuhannya, maka keberadaan aql al-masmu’ tidak dapat dilepaskan.
Sedangkan fungsi akal manusia terbagi kepada enam yaitu:
a.       Akal adalah penahan nafsu. Dengan akal manusia dapat mengerti apa yang tidak dikehendaki oleh amanat yang dibebankan kepadannya sebagai kewajiban.
b.      Akal adalah pengertian dan pemikiran yang berubah-ubah dalam menghadapi sesuatu baik yang tampak jelas maupun yang tidak jelas.
c.       Akal adalah petunjuk yang dapat membedakan hidayah dan kesesatan.
d.      Akal  adalah kesadaran batin dan pengaturan.
e.       Akal adalah pandangan batin yang berdaya tembus melebihi penglihatan mata.
f.       Akal adalah daya ingat mengambil dari yang telah lampau untuk masa yang akan dihadapi. Ia menghimpun semua pelajaran dari apa yang pernah terjadi untuk menghadapi apa yang akan terjadi.

3.      Dimensi Keberagaman
Manusia adalah makhluk yang berketuhanan atau disebut homodivinous atau disebut juga homoreligious. Berdasarkan hasil riset dan observasi, hampir seluruh ahli ilmu jiwa berpendapat bahwa pada diri  manusia terdapat semacam keinginan dan kebutuhan yang bersifat universal.
Dalam pandangan akal, sejak lahir manusia telah mempunyai jiwa agama, jiwa yang mengakui adanya Zat yang Maha Pencipta dan Maha Kuasa yaitu Allah SWT. Dalam konteks Makro, pandangan Islam terhadap manusia ada tiga implikasi dasar yaitu pertama, implikasi yang berkaitan dengan pendidikan di masa depan, dimana pendidikan diarahkan untuk mengembangkan fitrah seoptimal mungkin dengan tidak mendikotomikan materi. Kedua, tujuan (ultimate goal) pendidikan, yaitu insan kamil yang akan tercapai bila manusia menjalankan fungsinya sebagai Abdullah dan khalifah sekaligus. Ketiga, muatan materi dan metodologi pendidikan, diadakan spesialisasi dengan metode integralistik dan disesuaikan dengan fitrah manusia.
Berkaitan dengan sifat dasar inilah pendidikan Islam dirumuskan untuk membentuk insan muttaqin yang memilliki keseimbangan dalam segala hal berdasarkan iman yang mantap untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
4.      Dimensi Akhlak
Salah satu dimensi manusia yang sangat diutamakan dalam pendidikan Islam adalah akhlak.
Akhlak menurut pengertian Islam adalah salah satu hasil dari iman dan ibadat, karena iman dan ibadat manusia tidak sempurna kecuali kalau dari situ muncul akhlak yang mulia. Maka akhlak dalam Islam bersumber pada iman dan takwa dan mempunyai tujuan langsung, yang dekat yaitu harga diri dan tujuan jauh, yaitu ridha Allah SWT.
Adapun ciri akhlak Islam antara lain:
1.      Bersifat menyeluruh (universal).
2.      Menghargai tabiat manusia.
3.      Bersifat sederhana.
4.      Realistis.
5.      Kemudahan.
6.      Mengikat kepercayaan dengan amal, perkataan, perbuatan, teori dan praktek.
7.      Tetap dalam dasar-dasar dan prinsip-prinsip akhlak umum.


5.      Dimensi Rohani (Kejiwaan)
Dimensi kejiwaan merupakan suatu dimensi yang sangat penting, dan memiliki pengaruh dalam mengendalikan keadaan manusia agar dapat hidup sehat, tentram, dan bahagia.Penciptaan manusia mengalami kesempurnaan setelah Allah meniupkan sebagian ruh ciptaan-Nya.
Insan adalah makhluk yang diciptakan dari tubuh yang dapat dilihat oleh pandangan dan jiwa yang bisa ditanggapi oleh akal dan bashirah.Tetapi tidak dengan panca indera.Tubuhnya dikaitkan dengan tanah dan ruhnya pada nafs atau diri/jiwanya. Allah maksudkan ruh itu ialah apa yang  kita ketahui sebagai jiwa atau an-nafs. 
Oleh karena itu maka dalam rangka terlaksana usaha untuk mewujudkan kebahagiaan tersebut adalah dengan mendidik agama.Yang dimaksud dengan pendidikan agama tidak hanya upaya untuk membekali anak didik dengan pengetahuan agama, tapi sekaligus upaya untuk menanamkan nilai keagamaan dan membentuk sikap keagamaan sehingga menjadi bagian dari kepribadian mereka.
6.      Dimensi Seni (Keindahan)
Seni adalah ekspresi roh dan daya manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan, Allah telah menganugrahkan kepada manusia berbagai potensi rohani dan indrawi (mata, telinga, dan lain sebagainya).
Sebagai manifestasi dan refleksi dari kehidupan manusia, maka seni merupakan sarana bagi manusia untuk mencapai tujuan hidupnya, yaitu untuk beribadah kepada Allah dan melaksanakan fungsi kekhalifahannya di atas  dunia ini.
Oleh karena itu seorang pendidik hendaklah mampu mengarahkan anak didiknya untuk dapat mengembangkan dimensi seni, baik dalam bentuk bimbingan untuk merasakan dan menghayati nilai-nilai seni yang ada pada alam ciptaan Allah, maupun motivasi mereka agar mampu mengungkapkan nilai-nilai seni tersebut dengan bakat dan kemampuan mereka masing-masing.
7.      Dimensi Sosial
Seorang manusia adalah makhluk individual dan secara bersamaan adalah makhluk sosial.kelompok yang paling penting dan besar pengaruhnya adalah keluarga, karena perkembangan dimensi sosial telah dimulai sejak lahir. Dalam perkembangan sosial setiap individu menempatkan dirinya diantara banyak individu lainnya, maka agen sosialisasi bagi seorang anak adalah ibu dan bapaknya.
Pendidikan sosial ini melibatkan bimbingan terhadap tingkah laku sosial, ekonomi dan politik dalam rangka aqidah Islam yang betul dan ajaran-ajaran dan hukum-hukum agama yang dapat meningkatkan iman, taqwa, takut kepada Allah dan mengerjakan ajaran-ajaran agamanya yang mendorong kepada produksi, menghargai waktu, jujur, ikhlas dalam perbuatan, adil, kasih sayang, ihsan, mementingkan orang lain, tolong menolong, setia kawan, menjaga kemaslahatan umum, cinta tanah air dan lain-lain lagi sebagai bentuk akhlak yang mempunyai nilai sosial.
D.    Intelegensi Peserta Didik
Integensi (kecerdasan) menurut arti bahasa adalah pemahaman, kecepatan, dan kesempurnaan sesuatu.Dalam arti, kemampuan (al-qudrah) dalam memahami sesuatu secara cepat dan sempurna.
Pada mulanya, kecerdasan hanya berkaitan dengan kemampuan struktur akal (intellect) dalam menangkap gejala sesuatu, sehingga kecerdasan hanya bersentuhan dengan aspek-aspek kognitif (al-majal al ma’rifi),
Pada saat ini pemahaman terhadap kecerdasan itu sudah berkembang diantaranya: (1) kecerdasan intelektual, (2) kecerdasan emosional, (3) kecerdasan spiritual, dan (4) kecerdasan qalbu. Semua kecerdasan itu perlu dikembangkan dalam pendidikan Islam.
1.        Kecerdasan Intelektual
Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang menuntut pemberdayaan otak, hati, jasmani, dan pengaktifan manusia untuk berinteraksi secara fungsional dengan yang lain. Dengan demikian, kecerdasan intelektual berhubungan dengan proses kognitif seperti berfikir, daya menghubungkan dan menilai atau mempertimbangkan sesuatu, atau kecerdasan yang berhubungan dengan strategi pemecahan masalah dengan menggunakan logika.
2.        Kecerdasan Emosional
Menurut Daniel Golemen, kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kamampuan berfikir, berempati dan berdoa.
Di dalam Islam hal-hal yang berhubungan dengan kecakapan emosi seperti konsisten (istiqomah), kecerdasan hati (tawadhu’), berusaha dan berserah diri (tawakkal), ketulusan (keikhlasan), totalitas (kaffah), keseimbangan (tawazun), integritas dan penyempurnaan (ihsan) dinamakan al-akhlak al-karimah.
Al-akhlak al-karimahyang menghiasi seseorang mampu mengendalikan seseorang dari keinginan-keinginan, yang bersifat negatif dan sebaliknya dapat mengarahkan atau memotivasi seseorang untuk ke arah kebaikan (positif).Untuk menuju kebaikan tersebut tentulah suatu hal yang tak mudah, oleh karena itu perlu usaha sungguh-sungguh untuk mengembangkannya.
3.        Kecerdasan Spiritual
Menurut Ary Ginanjar Agustian, kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk member makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya dan memiliki pola pemikiran tauhid (integralistik) serta berprinsip hanya karena Allah.
4.        Kecerdasan Qalbiyah
Menurut Abd. Mujib, kecerdasan qalbiyah adalah sejumlah kemampuan diri secara cepat dan sempurna, untuk mengenal qalbu dan aktivitas-aktivitasnya, mengelola dan mengekspresikan jenis-jenis qalbu secara benar, memotivasi qalbu untuk membina hubungan moralitas dengan orang lain dan hubungan ubudiyah  dengan Tuhan.

E.       Etika Peserta Didik
Etika peserta didik merupakan suatu yang harus dilaksanakan dalam proses pembelajaran baik secara langsung maupun tidak langsung, al-Ghazali merumuskan ada sebelas kewajiban peserta didik diantaranya yaitu:
1)        Belajar dengan nait ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah SWT, sehingga dalam kehidupan sehari-hari anak didik dituntut untuk mensucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang tercela.
2)        Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrawi.
3)        Bersikap tawadhu’ (rendah hati) dengan cara meninggalkan kepentingan pribadi untuk kepentingan pendidiknya.
4)        Menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran.
5)        Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji, baik untuk ukhrawi maupun untuk duniawi.
6)        Belajar dengan bertahap atau dengan berjenjang dengan cara memulai pelajaranyang mudah menuju pelajaran yang sukar.
7)        Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian hari beralih pada ilmu yang lainnya, sehingga anak didik memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam.
8)        Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.
9)        Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi.
10)    Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan, yaitu ilmu yang dapat bermanfaat dalam kehidupan dunia dan akhirat.
11)    Anak didik harus tunduk pada nasehat pendidik.

Selain Etika yang dikemukakan oleh para ahli di atas para peserta didik perlu pula merenungkan pemikiran Ali bin Abi Thalib tentang peserta didik dalam ungkapannya: “Ingatlah Engkau tidak akan bisa memperoleh ilmu kecuali dengan enam syarat, aku akan menjelaskan kepadamu dengan jelas, yaitu kecerdasan (akal), motivasi atau kemauan yang keras, sabar, alat (sarana), petunjuk guru, dan terus-menerus (kontinu) atau tidak cepat bosan dalam mencari ilmu.”
Etika peserta didik seperti yang dirumuskan oleh para ahli di atas perlu disempurnakan dengan empat akhlak peserta didik dalam menuntut ilmu.
1)        Peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa sebelum ia menuntut ilmu, sebab belajar merupakan ibadah yang harus dikerjakan dengan hati yang bersih.
2)        Peserta didik harus mempunyai tujuan untuk menutut ilmu dalam rangka menghiasi jiwa dengan sifat keimanan, mendekatkan diri kepada Allah.
3)        Seorang peserta didik harus tabah dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan sabar dalam menghadapi tantangan dan cobaan yang datang.
4)        Seseorang harus ikhlas dalam menuntut ilmu dan menghormati guru atau pendidik, berusaha memperoleh kerelaan dari guru dengan mempergunakan beberapa cara yang baik.

























BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Peserta didik adalah suatu komponen dalam sistem pendidikan Islam. Peserta didik juga diartikan sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu (Undang-undang Sisidiknas, pasal 1 ayat 4).
Diantara aspek yang harus dipahami oleh pendidik yaitu: kebutuhannya, dimensi-dimensinya,intelegensinya, dan Etikanya.
Banyak kebutuhan peserta didik yang harus dipenuhi oleh pendidik diantaranya: kebutuhan fisik, kebutuhan sosial, kebutuhan untuk mendapatkan status, kebutuhan mandiri, kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan ingin disayangi dan dicintai, kebutuhan untuk curhat, kebutuhan untuk memiliki filsafat hidup (agama).
Dimensi peserta didik diantaranya adalah dimensi fisik, dimensi akal, dimensi keberagamaan, dimensi akhlak, dimensi rohani, dimensi seni, dan dimensi sosial.
KemudianIntegensi (kecerdasan) menurut arti bahasa adalah pemahaman, kecepatan, dan kesempurnaan sesuatu.Dalam arti, kemampuan (al-qudrah) dalam memahami sesuatu secara cepat dan sempurna.
Etika peserta didik merupakan suatu yang harus dilaksanakan dalam proses pembelajaran baik secara langsung maupun tidak langsung, karena peserta didik harus mempunyai hati yang bersih, mempunyai tujuan yang positif, tabah dan sabar dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan menghadapi tantangan, ikhlas dan menghormati guru, semua etika tersebut harus dijalankan oleh peserta didik untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan.






[1] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002. h. 77
[2] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: AMZAH, 2010, h. 103
[3]Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, h. 77

1 komentar: