MAKALAH KELOMPOK
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Dosen Pengampu:
Sri Andri Astuti, M.Ag
DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK 5/PAI/III/F
1.
Ahmad
Nur Fauzan 1282061
2.
Bagus
Prayogo 1282421
3.
Dewi
Yulita Sari 1282671
4.
Oktavia
Tri Ulandari 1284261
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
TAHUN 2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kepada ALLAH SWT. Atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga Kami
dapat menyelesaikan makalah ini yang membahas tentang: PESERTA DIDIK DALAM
PENDIDIKAN ISLAM.
Dengan tersusunnya makalah ini Kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada Ibu Sri Andri Astuti, M.Ag Selaku dosen mata kuliah Ilmu Pendidikan
Islam yang telah membimbing Kami dengan baik. Sebagai Mahasiswa menyadari bahwa
makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu Kami mengharapkan saran dan
kritik yang bersifat membangun guna perbaikan kemudian hari.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.
Metro,
… Oktober 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
SAMPUL.......................................................................................................... i
KATA
PENGANTAR........................................................................................................... ii
DAFTAR
ISI........................................................................................................................ iii
BAB
I PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
A.
Latar Belakang........................................................................................................... 1
B.
Tujuan......................................................................................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN...................................................................................................... 2
A.
Pengertian
Peserta Didik........................................................................................... 2
B. Kebutuhan peserta didik............................................................................................ 3
C.
Dimensi-dimensi
peserta didik.................................................................................. 4
D.
Intelegensi
peserta didik............................................................................................ 10
E.
Etika
peserta didik..................................................................................................... 11
BAB
III PENUTUP
KESIMPULAN..................................................................................................................... 14
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidik dan
peserta didik merupakan komponen penting dalam sistem pendidikan Islam. Kedua
komponen ini saling berinteraksi dalam proses pembelajaran untuk mewujudkan tujuan
pendidikan yang diinginkan.
Demikian pula peserta didik, ia tidak hanya sekedar objek pendidikan, tetapi pada saat-saat tertentu ia akan menjadi subjek pendidikan. Hal ini membuktikan bahwa posisi peserta didik pun tidak hanya sekedar pasif laksana cangkir kosong yang siap menerima air kapan dan dimanapun. Akan tetapi peserta didik harus aktif, kreatif dan dinamis dalam berinteraksi dengan gurunya, sekaligus dalam upaya pengembangan keilmuannya.
Konsep pendidik dan peserta didik dalam perspektif pendidikan Islam memiliki karakteristik tersendiri yang sesuai dengan karakteristik pendidikan Islam itu sendiri. Karakteristik ini akan membedakan konsep pendidik dan peserta didik dalam pandangan pendidikan lainnya. Hal itu juga dapat ditelusuri melalui tugas dan persyaratan ideal yang harus dimiliki oleh seorang pendidik dan peserta didik yang dikehendaki oleh Islam. Tentu semua itu tidak terlepas dari landasan ajaran Islam itu sendiri, yaitu al-Qur’an dan Sunnah yang menginginkan perkembangan pendidik dan peserta didik tidak bertentangan dengan ajaran kedua landasan tersebut sesuai dengan pemahaman manusia.
Jika karakteristik yang diinginkan oleh pendidikan Islam tersebut dapat dipenuhi, maka pendidikan yang berkualitas niscaya akan dapat diraih. Untuk itu, kajian dan analisis filosofis sangat dibutuhkan dalam merumuskan konsep pendidik dan peserta didik dalam perspektif pendidikan Islam sehingga diperoleh pemahaman yang utuh tentang kedua komponen tersebut.
Makalah yang sederhana ini akan menguraikan tentang analisis filosofis tentang pendidik dan peserta didik dalam perspektif filsafat pendidikan Islam. Diharapkan makalah ini menjadi bahan diskusi lebih lanjut agar dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang kedua komponen itu sehingga berguna dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan secara efektif dan efisien.
Demikian pula peserta didik, ia tidak hanya sekedar objek pendidikan, tetapi pada saat-saat tertentu ia akan menjadi subjek pendidikan. Hal ini membuktikan bahwa posisi peserta didik pun tidak hanya sekedar pasif laksana cangkir kosong yang siap menerima air kapan dan dimanapun. Akan tetapi peserta didik harus aktif, kreatif dan dinamis dalam berinteraksi dengan gurunya, sekaligus dalam upaya pengembangan keilmuannya.
Konsep pendidik dan peserta didik dalam perspektif pendidikan Islam memiliki karakteristik tersendiri yang sesuai dengan karakteristik pendidikan Islam itu sendiri. Karakteristik ini akan membedakan konsep pendidik dan peserta didik dalam pandangan pendidikan lainnya. Hal itu juga dapat ditelusuri melalui tugas dan persyaratan ideal yang harus dimiliki oleh seorang pendidik dan peserta didik yang dikehendaki oleh Islam. Tentu semua itu tidak terlepas dari landasan ajaran Islam itu sendiri, yaitu al-Qur’an dan Sunnah yang menginginkan perkembangan pendidik dan peserta didik tidak bertentangan dengan ajaran kedua landasan tersebut sesuai dengan pemahaman manusia.
Jika karakteristik yang diinginkan oleh pendidikan Islam tersebut dapat dipenuhi, maka pendidikan yang berkualitas niscaya akan dapat diraih. Untuk itu, kajian dan analisis filosofis sangat dibutuhkan dalam merumuskan konsep pendidik dan peserta didik dalam perspektif pendidikan Islam sehingga diperoleh pemahaman yang utuh tentang kedua komponen tersebut.
Makalah yang sederhana ini akan menguraikan tentang analisis filosofis tentang pendidik dan peserta didik dalam perspektif filsafat pendidikan Islam. Diharapkan makalah ini menjadi bahan diskusi lebih lanjut agar dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang kedua komponen itu sehingga berguna dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan secara efektif dan efisien.
B.
Tujuan
Para pendengar dan pembaca dapat mengerti tentang peserta didik,baik dari
demensinya,etika,dan semua hal yang berhubungan dengan peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Peserta Didik
Peserta didik adalah suatu komponen dalam sistem pendidikan Islam.[1]Peserta
didik juga diartikan sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan
potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan tertentu (Undang-undang Sisidiknas, pasal 1 ayat 4).[2]
Peserta didik secara formal adalah orang yang sedang berada dalam
fase pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun psikis, pertumbuhan
dan perkembangan merupakan ciri dari seseorang peserta didik yang perlu
bimbingan dari seorang pendidik.[3]
Peserta didik sebagai individu/pribadi
(manusia seutuhnya) diartikan “orang seorang tidak bergantung dari orang lain,
dalam arti benar-benar seorang pribadi yang menentukan diri sendiri dan tidak
dari luar, mempunyai sifat-sifat dan keinginan sendiri”.
Dalam pendidikan Islam, yang menjadi peserta didik bukan hanya
anak-anak, melainkan juga orang dewasa yang masih berkembang, baik fisik maupun
psikis, Bahkan pendidik pun dapat disebut peserta didik karena tidak ada
manusia yang ilmunya mengungguli ilmu-ilmu Allah.
Di dalam proses pendidikan peserta didik di samping sebagai objek
juga sebagai subjek. Oleh karena itu agar seorang pendidik berhasil dalam
proses pendidikan, maka ia harus memahami peserta didik dengan segala
karaskteristiknya. Diantara aspek yang harus dipahami oleh pendidik yaitu: (1)
kebutuhannya, (2) dimensi-dimensinya, (3) intelegensinya, (4) dan Etikanya.
B.
Kebutuhan
Peserta Didik
Suatu hal yang juga sangat perlu diperhatikan oleh seorang pendidik
dalam mengajar, membimbing, dan melatih muridnya adalah “kebutuhan murid”.
Al-Qussy membagi kebutuhan manusia (peserta didik) dalam dua
kebutuhan pokok, yaitu:
1.
Kebutuhan
primer, yaitu kebutuhan jasmani seperti makan, minum, seks, dan
sebagainya.
2.
Kebutuhan
skunder, yaitu kebutuhan ruhaniah.
Banyak kebutuhan peserta didik yang harus dipenuhi oleh pendidik
diantaranya:
a.
Kebutuhan
Fisik
Fisik peserta didik mengalami pertumbuhan yang sangat cepat
terutama pada masa pubertas. Kebutuhan biologis, yaitu makan, minum, dan
istirahat, dimana hal ini menuntut peserta didik untuk memenuhinya.
Di samping pendidik memperhatikan pertumbuhan fisik, pendidik juga
harus dapat memberikan informasi yang memadai tentang pertumbuhan melalui
berbagai kegiatan bimbingan seperti bimbingan pribadi atau dalam bimbingan
kelompok.
b.
Kebutuhan
Sosial
Kebutuhan sosial yaitu kebutuhan yang berhubungan langsung dengan masyarakat
agar peserta didik dapat berinteraksi dengan masyarakat lingkungannya, seperti
diterima oleh teman-temannya secara wajar. Begitu juga supaya dapat diterima
oleh orang yang lebih tinggi dari dirinya seperti orang tua, guru-guru dan
pemimpin-pemimpinnya.
Kebutuhan ini perlu dipenuhi agar peserta didik dapat memperoleh
posisi dan berprestasi dalam masyarakat.
c.
Kebutuhan
untuk mendapatkan status
Peserta didik terutama usia remaja membutuhkan suatu yang
menjadikan dirinya berguna bagi masyarakat.
d.
Kebutuhan
Mandiri
Peserta didik pada usia
remaja ingin lepas dari batasan-batasan atau aturan orang tuanya dan mencoba
untuk mengarahkan dan mendisiplinkan dirinya sendiri.
e.
Kebutuhan
untuk berprestasi
Kebutuhan untuk berprestasi erat kaitannya dengan kebutuhan
mendapat status dan mandiri. Artinya dengan terpenuhinya kebutuhan untuk
memiliki status atau penghargaan dan kebutuhan untuk hidup mandiri dapat
membuat peserta didik giat untuk mengejar prestasi.
f.
Kebutuhan
ingin disayangi dan dicintai
Rasa ingin disayangi dan dicintai merupakan kebutuhan yang
esensial, karena dengan terpenuhi kebutuhan ini akan mempengaruhi sifat mental
peserta didik.
g.
Kebutuhan
untuk curhat
Kebutuhan untuk curhat terutama remaja dimaksudkan suatu kebutuhan
untuk dipahami ide-ide dan permasalahan yang dihadapinya.
h.
Kebutuhan
untuk memiliki filsafat hidup (agama)
Peserta didik pada usia remaja mulai tertarik untuk mengetahui
tentang kebenaran dan nilai-nila ideal. Mereka mempunyai keinginan untuk
mengenal apa tujuan hidup dan bagaimana kebahagiaan itu diperoleh. Kebenaran
dan nilai-nilai ideal yang murni hanya ditemukan di dalam Agama. Oleh karena
itu peserta didik sangat membutuhkan agama.
C.
Dimensi-dimensi
Peserta Didik
Manusia
merupakan makhluk multidimensional yang berada dengan makhluk-makhluk lainnya,
teori ini dikemukakan oleh Widodo Supriyono. Secara garis besar ia membagi
manusia pada dua dimensi yaitu dimensi fisik dan rohani.
Zakiah Darajat membagi manusia kepada tujuh dimensi pokok,
Ketujuh dimensi tersebut adalah: dimensi fisik, akal, agama, akhlak, kejiwaan,
rasa keindahan dan sosial kemasyarakatan. Semua dimensi tersebut harus ditumbuh
kembangkan melalui pendidikan Islam, diantaranya:
1.
Dimensi Fisik
(Jasmani)
Fisik atau jasmani terdiri atas organisme fisik. Pada dimensi ini,
proses penciptaan manusia memiliki kesamaan dengan hewan ataupun tumbuhan,
sebab semua termasuk bagian dari alam. Setiap alam biotik, memiliki unsur
material yang sama,
yakni terbuat dari unsur tanah, api udara dan air. Namun manusia merupakan
makhluk biotik yang unsur-unsur pembentukan materialnya bersifat profesional
antara keempat unsur tersebut sehingga manusia disebut makhluk sempurna terbaik
penciptaannya.
Firman Allah:
ôs)s9$uZø)n=y{z`»|¡SM}$#þÎûÇ`|¡ômr&5OÈqø)s?ÇÍÈ
Artinya: “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya”(QS. al-Tiin:
4).
Keempat
unsur-unsur di atas merupakan materi yang abiotik (tidak hidup). Ia akan hidup
jika diberi energi kehidupan yang bersifat fisik (thaqat al-Jismiyah). Energi kehidupan ini lazimnya disebut nyawa.
Karena nyawa manusia hidup. Ibnu Maskawaih menyebut energi tersebut dengan al-hayat (daya hidup).
Aspek jasmani manusia memiliki dua natur yaitu natur kongkrit
berupa tubuh kasar yang tampak dan natur abstrak berupa nyawa yang menjadi
sumber kehidupan tubuh. Aspek abstrak jasmani inilah yang mampu berinteraksi
dengan aspek rohani manusia.
Dalam pelaksanaan pendidikan jasmani di dalam Al-Qur’an dan hadits
ditemukan prinsip-prinsip tentang pendidikan jasmani diantaranya:
Firman Allah:
#qè=à2ur(#qç/uõ°$#urwur(#þqèùÎô£è@4¼çm¯RÎ)w=ÏtätûüÏùÎô£ßJø9$#ÇÌÊÈ
“Makan
dan minumlah dan jangan kamu berlebih-lebihan sesungguhnya Allah tidak suka
orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS. al-A’raf: 31).
Juga firman Allah:
*ßNºt$Î!ºuqø9$#urz`÷èÅÊöã£`èdy»s9÷rr&Èû÷,s!öqymÈû÷ün=ÏB%x.(
“Ibu-ibu
haruslah menyusukan anak-anaknya dua tahun penuh” (QS. al-Baqarah:
233).
Mendidik jasmani dalam Islam, memiliki dua tujuan sekaligus yaitu: Pertama, membina tubuh
sehingga mencapai pertumbuhan secara sempurna. Kedua, mengembangkan
energi potensial yang dimiliki manusia yang berlandaskan fisik sesuai dengan
perkembangkan fisik manusia.
2.
Dimensi Akal
Al-Ishfahami, membagi akal
manusia kepada macam yaitu:
a.
Aql al-Mathhu’,
yaitu akal yang merupakan pancaran dari
Allah sebagai fitrah illahi. Akal ini menduduki posisi yang sangat tinggi,
namun demikian, akal ini tidak akan bisa berkembang denmgan baik secara
optimal, bila tidak dibarengi dengan kekuatan akal lainnya, yaitu aql
al-masmu’.
b.
Aql al-masmu’, yaitu
akal yang merupakan kemampuan menerima yang dapat dikembangkan oleh manusia.
Akal ini bersifat aktif dan berkembang sebatas kemampuan yang dimilikinya lewat
bantuan proses perinderaan, secara bebas. Untuk mengarahkan agar akal itu tetap
berada dijalan Tuhannya, maka keberadaan aql
al-masmu’ tidak dapat dilepaskan.
Sedangkan fungsi akal manusia terbagi kepada enam yaitu:
a.
Akal
adalah penahan nafsu. Dengan akal manusia dapat mengerti apa yang tidak dikehendaki
oleh amanat yang dibebankan kepadannya sebagai kewajiban.
b.
Akal
adalah pengertian dan pemikiran yang berubah-ubah dalam menghadapi sesuatu baik
yang tampak jelas maupun yang tidak jelas.
c.
Akal
adalah petunjuk yang dapat membedakan hidayah dan kesesatan.
d.
Akal adalah kesadaran
batin dan pengaturan.
e.
Akal
adalah pandangan batin yang berdaya tembus melebihi penglihatan mata.
f.
Akal
adalah daya ingat mengambil dari yang telah lampau untuk masa yang akan
dihadapi. Ia menghimpun semua pelajaran dari apa yang pernah terjadi untuk
menghadapi apa yang akan terjadi.
3. Dimensi Keberagaman
Manusia adalah makhluk yang berketuhanan
atau disebut homodivinous atau disebut juga homoreligious.
Berdasarkan hasil riset dan observasi, hampir seluruh ahli ilmu jiwa
berpendapat bahwa pada diri manusia
terdapat semacam keinginan dan kebutuhan yang bersifat universal.
Dalam
pandangan akal, sejak lahir manusia telah mempunyai jiwa agama, jiwa yang mengakui
adanya Zat yang Maha Pencipta dan Maha Kuasa yaitu Allah SWT. Dalam konteks
Makro, pandangan Islam terhadap manusia ada tiga implikasi dasar yaitu pertama,
implikasi yang berkaitan dengan pendidikan di masa depan, dimana pendidikan
diarahkan untuk mengembangkan fitrah seoptimal mungkin dengan tidak
mendikotomikan materi. Kedua, tujuan (ultimate goal)
pendidikan, yaitu insan kamil yang akan tercapai bila manusia
menjalankan fungsinya sebagai Abdullah dan khalifah sekaligus. Ketiga, muatan
materi dan metodologi pendidikan, diadakan spesialisasi dengan metode
integralistik dan disesuaikan dengan fitrah manusia.
Berkaitan dengan sifat dasar inilah
pendidikan Islam dirumuskan untuk membentuk insan muttaqin yang
memilliki keseimbangan dalam segala hal berdasarkan iman yang mantap untuk
mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
4. Dimensi Akhlak
Salah satu dimensi manusia yang sangat
diutamakan dalam pendidikan Islam adalah akhlak.
Akhlak menurut pengertian Islam adalah
salah satu hasil dari iman dan ibadat, karena iman dan ibadat manusia tidak
sempurna kecuali kalau dari situ muncul akhlak yang mulia. Maka akhlak dalam
Islam bersumber pada iman dan takwa dan mempunyai tujuan langsung, yang dekat
yaitu harga diri dan tujuan jauh, yaitu ridha Allah SWT.
Adapun ciri akhlak Islam antara lain:
1. Bersifat menyeluruh (universal).
2. Menghargai tabiat manusia.
3. Bersifat sederhana.
4. Realistis.
5. Kemudahan.
6. Mengikat kepercayaan dengan amal,
perkataan, perbuatan, teori dan praktek.
7. Tetap dalam dasar-dasar dan prinsip-prinsip
akhlak umum.
5. Dimensi Rohani (Kejiwaan)
Dimensi kejiwaan merupakan suatu dimensi
yang sangat penting, dan memiliki pengaruh dalam mengendalikan keadaan manusia
agar dapat hidup sehat, tentram, dan bahagia.Penciptaan manusia mengalami kesempurnaan
setelah Allah meniupkan sebagian ruh ciptaan-Nya.
Insan adalah makhluk yang diciptakan dari
tubuh yang dapat dilihat oleh pandangan dan jiwa yang bisa ditanggapi oleh akal
dan bashirah.Tetapi tidak dengan panca indera.Tubuhnya dikaitkan dengan
tanah dan ruhnya pada nafs atau diri/jiwanya. Allah maksudkan ruh itu ialah apa
yang kita ketahui sebagai jiwa atau
an-nafs.
Oleh karena itu maka dalam rangka
terlaksana usaha untuk mewujudkan kebahagiaan tersebut adalah dengan mendidik
agama.Yang dimaksud dengan pendidikan agama tidak hanya upaya untuk membekali
anak didik dengan pengetahuan agama, tapi sekaligus upaya untuk menanamkan
nilai keagamaan dan membentuk sikap keagamaan sehingga menjadi bagian dari
kepribadian mereka.
6. Dimensi Seni (Keindahan)
Seni adalah ekspresi roh dan daya manusia
yang mengandung dan mengungkapkan keindahan, Allah telah menganugrahkan kepada
manusia berbagai potensi rohani dan indrawi (mata, telinga, dan lain
sebagainya).
Sebagai manifestasi dan refleksi dari
kehidupan manusia, maka seni merupakan sarana bagi manusia untuk mencapai
tujuan hidupnya, yaitu untuk beribadah kepada Allah dan melaksanakan fungsi
kekhalifahannya di atas dunia ini.
Oleh karena itu seorang pendidik hendaklah
mampu mengarahkan anak didiknya untuk dapat mengembangkan dimensi seni, baik
dalam bentuk bimbingan untuk merasakan dan menghayati nilai-nilai seni yang ada
pada alam ciptaan Allah, maupun motivasi mereka agar mampu mengungkapkan
nilai-nilai seni tersebut dengan bakat dan kemampuan mereka masing-masing.
7. Dimensi Sosial
Seorang manusia adalah makhluk individual
dan secara bersamaan adalah makhluk sosial.kelompok yang paling penting dan
besar pengaruhnya adalah keluarga, karena perkembangan dimensi sosial telah
dimulai sejak lahir. Dalam perkembangan sosial setiap individu menempatkan
dirinya diantara banyak individu lainnya, maka agen sosialisasi bagi seorang
anak adalah ibu dan bapaknya.
Pendidikan sosial ini melibatkan bimbingan
terhadap tingkah laku sosial, ekonomi dan politik dalam rangka aqidah Islam
yang betul dan ajaran-ajaran dan hukum-hukum agama yang dapat meningkatkan
iman, taqwa, takut kepada Allah dan mengerjakan ajaran-ajaran agamanya yang
mendorong kepada produksi, menghargai waktu, jujur, ikhlas dalam perbuatan,
adil, kasih sayang, ihsan, mementingkan orang lain, tolong menolong, setia
kawan, menjaga kemaslahatan umum, cinta tanah air dan lain-lain lagi sebagai
bentuk akhlak yang mempunyai nilai sosial.
D. Intelegensi Peserta Didik
Integensi (kecerdasan) menurut arti bahasa adalah
pemahaman, kecepatan, dan kesempurnaan sesuatu.Dalam arti, kemampuan (al-qudrah)
dalam memahami sesuatu secara cepat dan sempurna.
Pada
mulanya, kecerdasan hanya berkaitan dengan kemampuan struktur akal (intellect)
dalam menangkap gejala sesuatu, sehingga kecerdasan hanya bersentuhan dengan
aspek-aspek kognitif (al-majal al ma’rifi),
Pada saat
ini pemahaman terhadap kecerdasan itu sudah berkembang diantaranya: (1)
kecerdasan intelektual, (2) kecerdasan emosional, (3) kecerdasan spiritual, dan
(4) kecerdasan qalbu. Semua kecerdasan itu perlu dikembangkan dalam pendidikan
Islam.
1.
Kecerdasan Intelektual
Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan
yang menuntut pemberdayaan otak, hati, jasmani, dan pengaktifan manusia untuk
berinteraksi secara fungsional dengan yang lain. Dengan demikian, kecerdasan
intelektual berhubungan dengan proses kognitif seperti berfikir, daya
menghubungkan dan menilai atau mempertimbangkan sesuatu, atau kecerdasan yang
berhubungan dengan strategi pemecahan masalah dengan menggunakan logika.
2.
Kecerdasan Emosional
Menurut Daniel Golemen, kecerdasan
emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, bertahan menghadapi
frustasi, mengendalikan dorongan hati, tidak melebih-lebihkan kesenangan,
mengatur suasana hati, menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kamampuan
berfikir, berempati dan berdoa.
Di dalam
Islam hal-hal yang berhubungan dengan kecakapan emosi seperti konsisten (istiqomah),
kecerdasan hati (tawadhu’), berusaha dan berserah diri (tawakkal),
ketulusan (keikhlasan), totalitas (kaffah), keseimbangan (tawazun),
integritas dan penyempurnaan (ihsan) dinamakan al-akhlak
al-karimah.
Al-akhlak al-karimahyang menghiasi seseorang mampu
mengendalikan seseorang dari keinginan-keinginan, yang bersifat negatif dan
sebaliknya dapat mengarahkan atau memotivasi seseorang untuk ke arah kebaikan
(positif).Untuk menuju kebaikan tersebut tentulah suatu hal yang tak mudah,
oleh karena itu perlu usaha sungguh-sungguh untuk mengembangkannya.
3.
Kecerdasan Spiritual
Menurut Ary Ginanjar Agustian, kecerdasan
spiritual adalah kemampuan untuk member makna ibadah terhadap setiap perilaku
dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah,
menuju manusia yang seutuhnya dan memiliki pola pemikiran tauhid
(integralistik) serta berprinsip hanya karena Allah.
4.
Kecerdasan Qalbiyah
Menurut Abd. Mujib, kecerdasan qalbiyah
adalah sejumlah kemampuan diri secara cepat dan sempurna, untuk mengenal qalbu
dan aktivitas-aktivitasnya, mengelola dan mengekspresikan jenis-jenis qalbu
secara benar, memotivasi qalbu untuk membina hubungan moralitas dengan orang
lain dan hubungan ubudiyah dengan
Tuhan.
E. Etika Peserta Didik
Etika peserta didik merupakan suatu yang
harus dilaksanakan dalam proses pembelajaran baik secara langsung maupun tidak langsung,
al-Ghazali merumuskan ada sebelas kewajiban peserta didik diantaranya yaitu:
1)
Belajar dengan nait ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah
SWT, sehingga dalam kehidupan sehari-hari anak didik dituntut untuk mensucikan
jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang tercela.
2)
Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrawi.
3)
Bersikap tawadhu’ (rendah hati) dengan cara meninggalkan kepentingan
pribadi untuk kepentingan pendidiknya.
4)
Menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran.
5)
Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji, baik untuk ukhrawi maupun untuk
duniawi.
6)
Belajar dengan bertahap atau dengan berjenjang dengan cara memulai
pelajaranyang mudah menuju pelajaran yang sukar.
7)
Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian hari beralih pada ilmu yang
lainnya, sehingga anak didik memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara
mendalam.
8)
Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.
9)
Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi.
10) Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu
ilmu pengetahuan, yaitu ilmu yang dapat bermanfaat dalam kehidupan dunia dan
akhirat.
11) Anak didik harus tunduk pada nasehat
pendidik.
Selain Etika yang dikemukakan oleh para ahli di atas para peserta didik
perlu pula merenungkan pemikiran Ali bin Abi Thalib tentang peserta didik dalam
ungkapannya: “Ingatlah Engkau tidak akan bisa memperoleh ilmu kecuali dengan
enam syarat, aku akan menjelaskan kepadamu dengan jelas, yaitu kecerdasan
(akal), motivasi atau kemauan yang keras, sabar, alat (sarana), petunjuk guru,
dan terus-menerus (kontinu) atau tidak cepat bosan dalam mencari ilmu.”
Etika peserta didik seperti yang dirumuskan
oleh para ahli di atas perlu disempurnakan dengan empat akhlak peserta didik
dalam menuntut ilmu.
1)
Peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa
sebelum ia menuntut ilmu, sebab belajar merupakan ibadah yang harus dikerjakan
dengan hati yang bersih.
2)
Peserta didik harus mempunyai tujuan untuk menutut ilmu dalam rangka
menghiasi jiwa dengan sifat keimanan, mendekatkan diri kepada Allah.
3)
Seorang peserta didik harus tabah dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan
sabar dalam menghadapi tantangan dan cobaan yang datang.
4)
Seseorang harus ikhlas dalam menuntut ilmu dan menghormati
guru atau pendidik, berusaha memperoleh kerelaan dari guru dengan mempergunakan
beberapa cara yang baik.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Peserta didik adalah suatu komponen dalam sistem pendidikan Islam. Peserta
didik juga diartikan sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan
potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan tertentu (Undang-undang Sisidiknas, pasal 1 ayat 4).
Diantara aspek yang harus dipahami oleh pendidik yaitu: kebutuhannya,
dimensi-dimensinya,intelegensinya, dan Etikanya.
Banyak kebutuhan peserta didik yang harus dipenuhi oleh pendidik
diantaranya: kebutuhan fisik, kebutuhan
sosial, kebutuhan
untuk mendapatkan status, kebutuhan mandiri, kebutuhan
untuk berprestasi, kebutuhan ingin disayangi dan dicintai, kebutuhan
untuk curhat, kebutuhan untuk memiliki filsafat hidup (agama).
Dimensi peserta didik diantaranya adalah
dimensi fisik, dimensi akal, dimensi keberagamaan, dimensi akhlak, dimensi
rohani, dimensi seni, dan dimensi sosial.
KemudianIntegensi (kecerdasan)
menurut arti bahasa adalah pemahaman, kecepatan, dan kesempurnaan sesuatu.Dalam
arti, kemampuan (al-qudrah) dalam memahami sesuatu secara cepat dan
sempurna.
Etika peserta didik merupakan suatu yang
harus dilaksanakan dalam proses pembelajaran baik secara langsung maupun tidak
langsung, karena peserta didik harus mempunyai hati yang bersih, mempunyai
tujuan yang positif, tabah dan sabar dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan
menghadapi tantangan, ikhlas dan menghormati guru, semua etika tersebut harus
dijalankan oleh peserta didik untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan.








Terima kasih atas makalah tentang Ilmu Pendidikan Islam ini sangat bermanfaat dan lengkap...
BalasHapus